Apa yang mau ditakutkan. Takut sudah menjadi babu
Padaku ia minta cumbu
Apa yang mau disesalkan. Sesal sudah tak layak
Insan lebih merdeka di perbatasan otak
Ketakuan datang dari jauh membawa celurit dan mesiu
Tapi ia babu, padaku minta cumbu
Dan sesal adalah bayang. Insan bergudang-gudang jalan
Apa yang mau dikhawatirkan, kawan?
Tempat mengabdi sebagai hamba adalah kehidupan. Membakar diri dalam api percintaan, dan mati dalam keberanian adalah kewajiban.
Hidup mana mungkin kita sesali, bila hidup telah menjadi diri sendiri
Macet dan kelemahan bukan sia-sia di atas meja pertaruhan, bila medan perang masih terbuka lapang
Bumi dan langit semacam tekateki ilahi. Tiada guna pikir
Tanpa berjalan dalam gelap. Insan tempat lara dan bahagia
Dan di lautan terhambar pengetahuan sedang di daratan tuhan berpesta seharian
Apa yang mau ditakutkan kawan?!
Bukankah tuhan saban hari berjaga?
Bukankah dunia ini gagap gempita?
Bukankah segala titipan semata?
Apa yang mau disesalkan kawan?!
Bukankah kemarin sudah basi?
Bukankah ujian semua ini?
Bukankah ihwal percintaan
sudah lama mati direbut bayang-
bayang dunia ini?
Apalagi?
Apa yang mesti kita takutkan, Kawan?
Apa yang mesti kita khawatirkan, Kawan,?
Adalah kemanusiaan yang dipaksa, diperkosa atas nama hasrat orang-orang bersenjata, dan orang-orang yang sedang berkuasa berhasrat menjadi tuhan di atas segala
Maka tamatlah sajak ini bersama lelehan langit jatuh ke bumi, sedang bumi tidak berdiri lagi. Tamat sudah sajakku ini.
Jalan di Yogyakarta, 2022
Komentar
Posting Komentar