Petani yang membajak sawah dengan kesah airmatanya
Tumpah diinjak penguasa. Petani berbaju keringat dikepung
harap berapa bulan ke depan dipaksa bayar hutang.
O!, petani di ladang yang compang-camping
injakkan kakimu ke perut bumi. Siram kegersangan negeri.
Jangan biar rencana-rencana busuk menjual kekayaan bumi
mengamuk seperti orang mabuk.
O, petani yang mandiri makan sendiri hasil bumi,
jangan dijual lagi. Penguasa akan lunglai lututnya.
Biarkan mereka memakan daging sesama temanya lalu
pengkhianat
Berkata;
Kamu tidak becus mengoptimalisasi negeri!.
Mereka melucuti pakaian lalu lari.
O!, petani yang dilanda lapar. Katakan pada anak cucumu
besok ladang tumbuh rumah-rumah, minyak, emas dan batu
bara dijaga ladangnya, karena besok perusak akan datang
serupa uang dan rumah-rumah mewah. Menggoyahkan hati
nurani manusia
Innalillah!
Petani mengangkat cangkul, garu, parang simbol kemakmuran.
Traktor mangkrak dimakan rayap. Petani tidur makan lahap.
Keringat harum berubah jarum menggigit tubuh petani
menusuk-nusuk hati rakyat kelaparan. Rakyat seperti
serigala mengaung lalu mati kelaparan dibawa petani ke
dalam tanah.
Ditanyakan kepada malaikat,
Malaikat tidak menjawab malah balik tanya
Marrobuka?
Mannabiyuka?
Madzinuka?
Ma kitabuka?
Aina qiblatuka?
Man ikhwanuka?
Petani mencangkul kuburnya keluar dengan geram di mulutnya.
Petani datang kepada penguasa mengabarkan tentang
adzab, kubur yang gelap. Gigi malaikat yang menyundul
tujuh lapis langit.
Mengakar tujuh lapis bumi
Petani menangis
Cucu-cucuku!
Sembah Allah jangan sekutukan, apalagi karena uang,
jabatan karena kelaparan dan hujatan
Janji Allah hak dan menakutkan.
Yogyakarta, 2021
Komentar
Posting Komentar